Rabu, 10 Januari 2018

MELODY PART 6 : YamaChii Fanfiction




“After all this time.. I..Wife.. What the hell!”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

MELODY PART 6

            Tok.. Tok..
            Yuri menggeliat dalam tidurnya, merasa tidak nyaman karena ada seseorang yang mengganggu acara tidurnya dengan mengetuk pintu secara berulang-ulang, sangat pelan tapi hampir tak ada jeda untuk mengetuk pintu, seakan-akan menjebol pintu itu langsung dari ketukan tangan yang berulang-ulang.
            Gadis tersebut berusaha menghiraukan ketukan pintu tersebut dan kembali melanjutkan tidurnya, namun naas, ketukan pintu tersebut semakin lama semakin keras di sertai panggilan dari luar kamar.
            Merasa tak akan bisa tidur kembali, Yuri hendak beranjak dari tidurnya namun pening kembali ia rasakan, “Masuk saja!” Teriaknya dari dalam kamar.
            Pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita muda berpotongan rambut pendek dan berpakaian tomboy memasuki kamar, “Kau sudah baikan ? Jika masih pusing kakak akan membuatkanmu surat izin hari ini,” Katanya.
            Saaya menghampiri adik tersayangnya yang sedang berbaring tidur dan tak lupa seperti anak zaman sekarang selalu gadget yang di pegang setelah bangun tidur, mau kesadaran belum terkumpul atau tidak yang terpenting gadget adalah yang utama.
            Yuri berfikir sejenak dengan masih melihat layar gadgetnya, ada benarnya juga ia tidak masuk sekolah hari ini, selain kepalanya yang masih sedikit pusing ia juga dapat menghindar dengan laki-laki tersebut yang selalu membuatnya darah tinggi.
            Gadis tersebut berfikir kembali, setelah kejadian acara makan malam kemarin entah kenapa perilaku laki-laki tersebut kepadanya berubah.. Yah, mungkin hanya sedikit setelahnya akan kembali seperti semula tapi Yuri yakin pasti pada hari itu adalah perilakunya yang asli, tidak perilaku bodoh yang selama ini di sekolah laki-laki tersebut lakukan.
            “Oe, Yuri..” Tegur Saaya, masih setia berdiri di samping tempat tidurnya.
            “E-Eh ? Ah, boleh..” Jawab Yuri, pada akhirnya dan kembali lagi menekan-nekan layar gadgetnya.
            “Baiklah, Neechan harus pulang karena mendadak suami Neechan ada keperluan dan untuk saat ini aku harus ikut, kau jaga diri baik-baik, ya.” Ujar Saaya.
            “Eh ? Pulang lagi ? Ah.. Aku merindukan jalan-jalan bersama Neechan lagi..” Rengek Yuri, mengerucutkan bibirnya.
            Saaya tersenyum, “Pasti, suatu saat Neechan akan ajak kamu lagi..” Ujarnya, lalu mulai melangkahkan kakinya ke luar kamar. Yuri tersenyum senang, tapi senyumnya pudar seketika saat Saaya melanjutkan perkataannya dan setelah itu ia menutup pintu kamar Yuri dengan cepat,
            “Dan juga Ryosuke.”
~***~
            Yuri merasa lapar, akhirnya ia mau tidak mau karena pusing yang melanda harus turun ke bawah untuk mencari makanan. Baru saja ia bangun dari tidurnya pusing kembali ia rasakan, ia menunggu dan duduk sejenak hingga pusing yang ia rasakan sedikit mereda lalu berdiri dari duduknya.
            Selalu seperti ini, ketika kepalanya terbentur hingga sangat keras ataupun hingga ia pingsan tiba-tiba saat ia bangun pasti akan merasa pusing yang berkepanjangan. Yuri sudah biasa merasakannya, tapi jika terus-menerus apa yang ia alami seperti ini ia merasa aneh dan curiga.
            Ia pernah bertanya kepada Miki dan Saaya dan dijawab dengan jawaban yang sama, ‘Suatu saat kau pasti akan tahu’ dan kalimat ‘ suatu saat ‘ tersebut ia tidak tahu kapan. Pernah ia juga bertanya kepada dua Niichan-nya tapi malah dijawab nyolot oleh kedua Niichan tersebut, tapi Yuri peka, apa yang mereka lakukan seperti itu adalah cara agar Yuri untuk tidak tahu saat itu juga, seperti Saaya dan Miki tadinya.
            Yuri sampai di dapur, ia mencari kesana-kemari stok makanan dan hasilnya nihil, “Neechan memang bodoh,” Rutuknya, sambil mengerucutkan bibirnya yang imut menatap sekeliling dapur.
            Ting.. Tong..
            Bel berbunyi, Yuri melihat pintu rumahnya dari kejauhan, terlihat dari sela-sela pintu bawah siluet dua orang berdiri tak bisa diam. Yuri melihat sejenak jam dinding di dapur, pukul tiga sore lebih sedikit, orang yang ia pikir pertama kali adalah Daiki, karena disaat jam-jam seperti ini seluruh anak-anak sekolah seperti Yuri sudah pulang sekolah.
            Ting.. Tong..
            Bel kembali di tekan, Yuri berpikir sejenak dan akhirnya melangkahkan kakinya menuju pintu rumahnya, “Dare ?”
            “Yurii~~!!! Aku merindukanmuuu~!!” Seseorang langsung menubruk—memeluk—Yuri dengan keras hingga ia sedikit terjengkang ke belakang.
            “Ck, berlebihan..”
            Yuri melirik seseorang dari belakang punggung sahabatnya yang—ternyata datang bersama Daiki—sedang berdiri menatap datar dua makhluk berbeda jenis kelamin dengan menenteng sebuah tas plastik di tangan kirinya.
            “Heeeee??!!!” Yuri spontan mendorong Daiki yang sedang memeluknya dan menatap Yuri dengan pandangan tanda tanya.
            “Doushita no ?” Tanya Daiki.
            “Kenapa kau membawa makhluk ini kesini?!” Tanya Yuri, berteriak dan menunjuk seorang laki-laki tampan yang tingginya hampir sama dengan tinggi Daiki.
            “Ah, kurasa kau harus sesuatu bahwa Ryo—mmpphh!!!” Daiki ingin menjawab pertanyaan Yuri namun sebuah tangan dari belakang membekap mulutnya kuat-kuat. Daiki yang hampir kehabisan nafas menarik paksa tangan Ryosuke dari aksi membekapnya.
            “Kau hampir membunuhku!” Teriak gadis bertubuh gen—berisi tersebut.
            “Matilah disini.” Jawab Ryosuke santai.
            “Oii!!” Protes Daiki.
            “Mou!! Ja, ikou..” Yuri mengajak mereka berdua—sebelumnya melerai aksi bacot-bacotan mereka yang terjadi—masuk ke dalam rumahnya.
            Daiki dan Ryosuke duduk berpisah alias saling menghadap dan saling memasang muka membunuh satu sama lain sambil menunggu Yuri membuatkan mereka teh hangat. Beberapa menit kemudian Yuri datang dari arah dapur dan membawakan nampan berisi dua gelas teh hangat di kedua tangannya lalu meletakkannya di atas meja bundar yang di bawahnya terdapat kotatsu.
            “Eh ? Kenapa kalian memasang muka seperti itu ?” Tanya Yuri, melihat kedua temannya—yang satunya mungkin tidak—yang masih saling memasang muka membunuh satu sama lain.
            Daiki mendengus sebal dan kini kepalanya menoleh dan menatap Yuri yang sekarang menatapnya dengan tatapan tanda tanya, “Ah, nandemonai. Ano.. Yuri, kenapa kau tidak berangkat sekolah ?” Tanya Daiki.
            “Yeah, dan lusa kau juga tidak berangkat dengan penguin satu itu.” Ujar Ryosuke, yang kini malah memandang Daiki dengan pandangan datar.
            Daiki kembali menoleh memandang Ryosuke yang sedang memandangnya dengan pandangan datar ingin di tampar, “Bakaaa!! Ore wa penguin janai yo!” Bantah Daiki, dengan berteriak membuat mukanya yang imut menjadi bertambah imut.
            “Oii!! Sudah!!” Lerai Yuri, “Ah, aku hanya demam sedikit tapi sepertinya sudah tidak apa-apa.”
            “Usotsuki na~” Jawab Ryosuke, dengan cepat setelah Yuri menyelesaikan perkataannya. Ia lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh arah berusaha tak melihat wajah Yuri.
            Yuri berdecak dan meliriknya sebal, “Seharusnya kau tidak mengajaknya kesini.” Bisik Yuri—mencondongkan tubuhnya—kepada Daiki.
            “Aku sebenarnya tidak mau, toh, keuntungannya apa?” Jawab Ryosuke, dengan nada benar-benar tidak suka
            “Maka, pergilah.” Balas Yuri, dengan nada sengit.
            “Okay.” Jawab Ryosuke. Ia beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan rumah Yuri tanpa berpamitan atau menatap kedua makhluk di depannya sama sekali.
            Daiki memandang kepergian Ryosuke lalu beralih ke arah Yuri dengan pandangan iba, “Kau masih memikirkannya ?” Tanyanya, Yuri hanya diam tak menjawab membuat Daiki meneruskan kalimatnya, “Yuri, sudah saatnya kau tahu sesuatu, sebelum aku ceritakan aku akan menceritakan kejadian di sekolah tadi tanpa dirimu.” Jelas Daiki, Yuri menoleh menatap sahabat chibinya itu.
~***~
~FLASHBACK~
            Bel sekolah berbunyi sore hari menandakan seluruh murid di sekolah Horikoshi Gakuen di wajibkan pulang, kecuali untuk yang mengikuti kegiatan tambah seperti ekstrakulikuler, rapat organisasi, dan sebagainya.
            Daiki membereskan alat tulisnya dengan gerakan malas, pasalnya hari ini sahabat imutnya tersebut tidak berangkat dan ia tidak tau alasannya dan mengharuskan ia berjalan kaki.. Seorang diri. Mengenaskan. Menyuruh menjemput sang pacar percuma saja, toh, Yuya sedang kuliah sekarang dan tak ingin merepotkannya.
            “Arioka, kau ikut ekstra sekarang ?” Tanya seorang gadis yang perawakannya lebih tinggi dari Daiki sendiri, berwajah cantik dengan tangannya yang lentik.
            “Iie.” Jawab Daiki, singkat.
            “He ? Kau akan kena hukuman jika kau tidak mengikuti ekstra.” Ujar gadis tersebut, sedikit terkejut mendengar jawaban Daiki. Biasanya, gadis gen—imut tersebut tak pernah absen dari ekstrakulikulernya.
            “Aku akan izin langsung, dan jika kau ingin berjalan bersama boleh saja,” Jawab Daiki setelah selesai membereskan alat tulisnya, “Ah, ini, Yuyan memberikanku, katanya dari Yabu Kota, aku tidak tahu siapa dan kata Yuyan dia satu kampus dengannya. Siapa ?” Jelas Daiki, mengambil sebuah surat berwarna hijau muda dengan sedikit hiasan berwarna biru tua kepada gadis di sebelahnya.
            “A-Ah! Sankyuu~~” Ujarnya, langsung merebut surat tersebut dari tangan Daiki dan menaruhnya di dalam tas.
            “Hahh~ mau sampai kapan kau seperti seorang playgirl, Noo ?” Tanya Daiki, menatap bosan Inoo Kei—namanya—yang sedang menaruh surat tersebut dengan hati-hati di dalam tas.
            “Kali ini aku akan setia, aku janji!” Jawab Inoo, bertekad. Dan hanya di jawab endikan bahu oleh Daiki.
            Daiki dan Inoo berjalan menuju ruang teater dan betapa terkejutnya mereka berdua saat mengetahui mantan anak teater datang disana. Daiki hendak menyapa orang tersebut tapi Inoo mencuri start.
            “Yuyaaann~~!!” Teriak bahagia, Inoo.Lalu ia berlari kecil menghampiri orang yang ia panggil barusan.
            Inoo adalah mantan Yuya dan Yuya sekarang adalah pacar Daiki. Bisa di bayangkan betapa sakitnya Daiki melihat pemandangan tepat di depan matanya. Yuya sama sekali tidak menyadari kehadiran Daiki, hanya Inoo yang ia ketahui.
            Penyebab putus hubungan Daiki dengan Yuya adalah Inoo, ia berhasil menarik hati Yuya dan tepat beberapa hari kemudian Daiki memutuskan Yuya. Tapi, Yuya tetap kekeh bersama Daiki.Dan di saat itu pula Daiki masih menyimpan rasa dengan Yuya, ia memberi kesempatan kedua kepada Yuya untuk tetap bersamanya kembali.
            Inoo adalah teman dekat Yuya, dan teman lama Yuya, lebih lama dari Daiki. Dan saat itu pula Daiki berfikir bahwa ia tidak pantas dengan Yuya dan ia juga tidak bisa membenci Inoo karena posisinya saat ini salah.
            Daiki berfikir bahwa ia seperti perusak hubungan orang antara Inoo dan Yuya. Dan sekarang resiko yang harus ia tanggung kembali adalah kedekatan Inoo dengan Yuya yang hampir melupakan dirinya.
            Sebenarnya, Daiki ingin sekali mengikuti ekstrakulikuler saat itu juga, jarang-jarang alumni sekolah dan alumni teater berkunjung kembali. Tapi, yang ia fikirkan kali ini adalah nasib Yuri yang tidak berangkat sekolah dengan tiba-tiba. Sahabatnya lebih penting dari pacarnya.
            Dan hal positif lainnya adalah Daiki juga tidak akan merasa sakit melihat kedekatan Inoo dengan Yuya walau saat ia izin untuk ekstra nantinya akan terus memikirkan apa yang mereka berdua lakukan.
            Mungkin bukan keberuntungan Daiki saat ini, tapi ya masa bodo, lah. Sahabatnya yang terpenting saat ini.
            Dengan entengnya, Daiki melewati Yuya dan Inoo yang sedang berbicara bersama dan mereka berdua juga sama sekali tidak menyadari keberadaan Daiki, hingga Daiki sendiri lolos dalam izin ekstra dan hendak meninggalkan ruang teater, Yuya memanggilnya.
            “Daichan!” Teriak Yuya.
            Daiki yang tadinya melangkahkan kakinya kini berhenti di ambang pintu ruang teater tanpa berniat balik badan sekalipun. Ia merasa saat itu juga ingin memeluk pria yang lebih tinggi darinya dan mencurahkan semua isi hatinya saat ini.
            Tapi belum waktunya. Daiki meneguk ludahnya dan masih tak berniat balik badan untuk melihat orang yang baru saja memanggil namanya.
            Gadis penguin itu melihat Yuya yang sekarang sudah berada di depannya dengan tersenyum manis layaknya tidak terjadi apa-apa.
            Kali ini Yuya mengubah ekspresinya dengan ekspresi tanda tanya, “Ah, kau mau kemana? Sebentar lagi ekstra akan di mulai.” Ujarnya.
            Daiki tersenyum kecut, “Apa ini juga urusanmu ?” Tanyanya ketus.
            Yuya berfikir menatap sekitar sedikit mencemberutkan bibir bawahnya, “Ya.. Aku hanya bertanya, tidak biasanya kau keluar ruang teater saat latihan teater hampir di mulai,” Ujarnya, “Hei, tapi kenapa kau bertanya seperti itu ?” Lanjutnya dan menatap Daiki dengan serius.
            “Apa benar penilaianmu terhadapku saat mengikuti teater seperti itu ?” Tanya Daiki, memicingkan matanya.
            “Ya.. Kata Kei-chan begitu, kau orang yang—“
            “Nilailah orang dari nyatanya bukan katanya.” Ujar Daiki, memotong perkataan Yuya lalu meninggalkan pria bertubuh tinggi tersebut.
            Yuya mematung, sangat terkejut melihat Daiki, pacarnya yang berkata seperti itu dengannya. Bukan apa-apa, hanya saja Daiki selalu melontarkan kata-kata yang mampu membuatnya tersenyum dan tertawa.
            Tapi kali ini.. Membuatnya mati kutu.
~***~
Daiki mempercepat langkahnya dan tanpa sadar air bening muncul di pelupuk matanya. Segera ia hapus air itu dengan tangannya sedikit kasar, tanpa sadar di pertikungan jalan ia menabrak seseorang dan reflek seseorang tersebut memeluk pinggangnya.
“D-Daichan ?”
Daiki tahu siapa seseorang tersebut hanya melalui cirri khas suara, segera Daiki memeluk seseorang tersebut dan menangis dalam pelukannya. Seseorang tersebut terkejut dan untung saja keadaan sekitar sepi karena mereka berada di lorong jalan menuju ruang teater dan tempat tersebut sedikit terpencil, tak banyak orang yang lewat sana kecuali anak teater.
‘Yuri, maafkan aku.. Semoga kamu tidak marah karena ini.’
Setelah di rasa cukup baikan, Daiki melepaskan pelukan orang tersebut, “G-Gomen, Ryo-chan.. A-Aku..”
“Tak usah mengatakannya jika kau tak bisa,” Ujar orang tersebut memotong perkataan Daiki, “Kau ingin kemana ? Tidak ikut ekstra teater hari ini ?” Tanya Ryosuke kepada Daiki.
 “Aku ingin ke rumah Yuri, makanya aku izin ekstra hari ini.” Jawab Daiki.
“Eh?! Yuri?! Kenapa?!” Tanya Ryosuke, antara tidak sabar, setengah berteriak, dan terkejut. Daiki yang melihat Ryosuke dari jarak dekat dan sedikit mundur ke belakang dan memasang muka aneh.
“Seksi absensi mengatakan bahwa ia sakit hari ini, aku tidak tahu ia sakit apa.” Jawab Daiki, diikuti endikan bahu di kanan-kirinya.
“Aku ikut!” Ujar Ryosuke, penuh tekad.
“Eh ? Jam tambahan musikmu ?” Tanya Daiki.
“Sudah, lupakan saja itu, ayo, kita harus cepat.” Seru Ryosuke, lalu menarik tangan Daiki dan berlari. Daiki yang mendapat perlakuan tiba-tiba hampir terjatuh dan pada akhirnya menarik tangannya kembali.
Niichan, kau anarkis! Sebelumnya, aku ingin membelikan Yuri kue terlebih dahulu.” Seru Daiki.
“Baiklah, aku ikut.”
Niichan? Ada apakah?
~***~


Garing ya? Makin nggak jelas? :'v baru percobaan buat fanfiction di blog, jadi kalau udah terbiasa terus pindah ke Livejournal gitu ^^

Bakal ada penyuntingan kok, bertepatan copy-paste ke Wattpad ^^ jadi yang udah baca disini terus baca penyuntingannya tapi masih ada cerita tambahannya di Wattpad. Jadinya, Author ketik ulang 3x ^^ Jangan lupa di baca yaa~~

Nama Wattpad : @BlackShadow_S

Jangan lupa di follow karena ada beberapa part cerita yang di private, kalau mau follback tinggal komen saja ^^ support terus yaa~~ <3


~Arigatou Gozaimasu~





Tidak ada komentar:

Posting Komentar