Jumat, 29 Desember 2017

MELODY Part 5 : YamaChii Fanfiction




~***~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
“Bad Dream Ever!”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.




MELODY PART 5

            Sedangkan anak tersebut menatapnya penuh rasa kemenangan. Acara makan malam berlangsung lancar dan sangat formalitas, membuat kedua anak yang duduk diam sedari tadi merasa jenuh.
            Terutama sang gadis yang sedari tadi mengubah posisi karena merasa sudah tidak nyaman duduk lama disana. Jika di perbolehkan, rasanya sekarang Yuri sudah melangkahkan kaki seribu dari sana dan berharap tidak akan pernah bertemu dengan laki-laki tampan yang—sedari tadi menatapnya—duduk di depannya.
            Acara makan malam selesai dan dilanjut dengan percakapan antar perusahaan, sesekali gelak tawa terlontar di keempat bibir orang dewasa disana. Yuri dan Ryosuke menatap satu sama lain seakan berbicara ‘dimana-leluconnya-?.
            Yang tertua beranjak dari duduknya sehingga menimbulkan suara decitan antara kaki kursi dan lantai marmer, “Ano.. Bolehkah saya mengajak Yuri keluar sebentar ?” Tanya Ryosuke, se-sopan mungkin dan menjaga wibawanya.
            Yuri menatap tajam Ryosuke tapi sesaat kemudian Yang Tertua memberikan wink sekilas kepadanya memberikan kode bahwa akan mengajaknya keluar untuk terbebas dari formalitas yang ada disana.
            “Ah, tentu, Ryosuke, mungkin kalian butuh udara segar.” Yang berbicara barusan adalah Tousan Ryosuke. Merasa mendapat jawaban, segera Ryosuke menarik tangan Yuri—yang masih dalam keadaan duduk manis—keluar dari rumah megah tersebut.
            Niat hati Yang Tertua ingin mengajak Yang Termuda hanya sebatas keluar dari rumah Yang Tertua, tapi berujung jalan-jalan menjauhi rumah. Ryosuke merenggangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, terasa kaku akibat duduk tegap selama berjam-jam, sedangkan Yuri..
            “Haahh~ masih ada zaman seperti ini melakukan formalitas yang tak menyenangkan..” Rutuk Yuri, ia menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan lega seraya merenggangkan kedua tangannya ke atas.
            “Yuri, sebentar lagi Valentine Day.” Ucap Ryosuke, mencoba mencari topik pembicaraan.
            “Lalu ?” Jawab gadis tersebut, Yuri sepertinya tahu kalimat selanjutnya yang akan Ryosuke keluarkan, maka dari itu ia mencoba mengetes.
            “Seorang wanita yang memberi hadiah kepada laki-laki.” Sambung Ryosuke, ia sedang bermain kode dengan Yuri. Tapi sayangnya sang empu berakting tidak peka.
            “Iya, itu benar.” Jawab Yuri, dalam hati ia tersenyum senang menggoda laki-laki di sebelahnya.
            “Mouu~ kau tidak seru!” Rengek Ryosuke, lalu mempercepat langkah kakinya, meninggalkan Yuri yang tertawa penuh kemenangan.
            Dengan cepat Yuri menyamakan langkah kaki Ryosuke, tidak terlalu jauh karena langkah kaki mereka sama, sesame chibi. Setelah menyamakan kembali di sebelah Yang Tertua, entah kenapa Yuri malah memerhatikan wajah Ryosuke dari samping.
            Matanya yang indah, kulitnya yang putih bersih karena melakukan perawatan, bibirnya yang seksi, dan.. Oh, hidung blasteran seperti Tousannya. Yuri berfikir, pantas saja banyak orang-orang yang menyukai pria di sebelahnya, selain anak blasteran juga mempunyai wajah yang tampan tak peduli seberapa tinggi orang itu.
            Yuri memalingkan wajahnya menunduk, disana tanpa ia sadari ia tersenyum dan jantungnya berdegup lebih kencang daripada biasanya.
            “Sudah puas ?” Tanya Ryosuke, ia tahu Yuri memerhatikannya tadi, daripada merusak suasana ia lebih memilih diam.
            “Eh ?” Yuri terhenyak.
            “Aku tahu aku tampan, makanya kau menatapku seperti itu.” Celetuk Ryosuke, blak-blakan tanpa berdosanya.
            “Mouuu~” Rengek Yuri, memalingkan wajahnya ke kiri—berlawanan dengan kehadiran pria di sebelahnya—yang sekarang berwarna merah.
            “Hahahaa!! Satu sama!” Teriak Ryosuke, kali ini ia merasa menang.
            Yuri bergeming, ia berfikir, ia tak pernah melihat Ryosuke tertawa sebahagia itu. Selama bertemu dengannya selain berdebat ia juga selalu memasang wajah menyebalkan. Dan saat bersama dengan teman pria lainnya, Ryosuke tak pernah menampilkan senyuman bahagianya seperti tadi.
            Dan tanpa sadar Yuri ikut tersenyum, kembali.
            “Ah! Yuri, kesini sebentar.” Ujar Ryosuke, tiba-tiba dengan menarik pergelangan tangan Yuri memasuki sebuah toko yang lumayan besar dan berbau serba pink. Yang di tarik sedikit terkejut dan hampir tersandung jika Yuri—dengan tangan satunya—tak memegang tangan Ryosuke yang menariknya.
            Di dalam toko, Ryosuke sedang memutari satu per satu rak yang berjejer horizontal dan kepalanya yang selalu berpaling ke kanan dan ke kiri memerhatikan aksesoris-aksesoris lucu. Sesekali ia bertanya Yuri apakah benda tersebut manis atau tidak.
            “Kau dari tadi bertanya kepadaku, memangnya untuk siapa? Jika untuk Obaachan bukan disini tempatnya.” Protes Yuri, ia memonyongkan bibirnya karena dari tadi mengikuti pria tampan di depannya yang hanya memutari rak-rak di dalam toko tersebut.
            “Iie, bukan untuk Obaachan.” Jawab Ryosuke, singkat.
            “Sore de?” Tanya Yuri, mulai antusias karena menurutnya Ryosuke tak pernah dekat dengan perempuan lain selain Okaasannya.
            “Untuk seseorang yang sekarang aku masih tidak mengerti perasaanku kepadanya.” Jawab Ryosuke, masih memilah-milah aksesoris yang hendak ia beli.
            “Hueee?! Seorang Ryosuke Yamada menyukai seseorang ?! Ini sungguh keajaiban alam!” Ledek Yuri, ia menghentikan langkah kakinya dan kedua tangannya bersedekap di depan dada.
            Ryosuke ikut menghentikan langkahnya dan mengambil satu buah aksesoris, “Jangan menggodaku, aku masih normal untuk menyukai wanita,” Ujar pria tampan tersebut tanpa melihat lawan bicara, “Ah, apa ini bagus ?” Tanyanya.
            “Hm.. Gadis yang kau sukai seperti apa orangnya ?”
            “Kenapa kau bertanya denganku ?”
            “Agar aku dapat menjawab pertanyaanmu sebelumnya.”
            “Hm.. Ia manis,” Jawab Ryosuke, salah-satunya.
            “Hanya itu ?”
            “Penyuka musik.” Jawab Ryosuke, kembali.
            “Ah, musik apa yang ia sukai ?” Tanya Yuri, bukannya membantu ia malah seperti sedang menginterogasi seseorang yang telah melakukan aksi criminal.
            “Mouuu~ pilih saja, sudah ku beri tahu cluenya.” Rengek Ryosuke.
            Yuri tersenyum, ia lalu mengambil sebuah Love Music Not Necklace berwarna silver, sebuah kalung perpaduan antara bentuk hati dan not lagu. Sangat cantik jika di pakaikan oleh orang yang tepat.




            “Ini, cocok untuk gadis yang kau maksud tadi,” Ujar Yuri, lalu menyerahkan kalung tersebut ke tangan Ryosuke, “Ah, siapa gadis yang kau maksud ? Honda-chan ? Mari-chan ?” Tanya Yuri, rasa ingin tahunya sangat besar mengingat ia juga satu bidang dengan pria di depannya.
            “Jaa, ayo kita bayar lalu kembali.” Ajak Ryosuke, melangkahkan kakinya pergi mendahului mencari cara agar mengalihkan topik pembicaraan.
            “Ch-Chotto! Kita berkeliling selama lima belas menit hanya untuk membeli itu ?” Tanya Yuri, ia menatap Ryosuke dengan pandangan tidak percaya. Terbuang sudah waktu berharganya untuk meneladeni pria tersebut.

~***~

            Yuri dan Ryosuke menyudahi acara jalan-jalan mereka demi menghilangkan kejenuhan akibat formalitas acara makan di sebuah restoran. Yuri hendak membuka gerbang utama rumah Ryosuke jika Ryosuke tidak menarik pergelangan tangannya dan menyeretnya hingga ke bawah pohon yang rindang diikuti dengan hembusan angin sejuk.
            Ryosuke memojokkan Yuri—bukan kabedon—di batang pohon tersebut dan menatap kedua mata gadis manis di depannya lekat-lekat. Sang empu yang terkejut dan tidak tahu kenapa hanya menatap balik pria tampan di depannya.
            “Yamada..?” Lirih Yuri, memanggil nama pria tampan di depannya.
            Ryosuke tersenyum miring, “Setelah sekian lama, baru kali ini aku mendengar kau memanggil nama margaku..” Ujarnya.
            Yuri mengerjapkan matanya beberapa kali, “Maaf, sudah membuatmu susah selama ini.. Sekarang, kau boleh pergi.” Ujar Ryosuke, to the point lalu meninggalkan Yuri disana termenung sendirian.
            Yuri mematung, berusaha mencerna perkataan Ryosuke yang terlontar baru saja. Ia memang membenci acara makan malam yang tak jelas tujuannya itu. Tapi, setelah Ryosuke mengatakan kalimat seperti itu ia merasa ada sesuatu yang mengusik relung hatinya.

~***~

            Daiki menatap Yuri tidak percaya dengan semua yang sahabatnya itu katakan baru saja. Mencoba mensinkronisasikan seluruhnya, Daiki mencoba berfikir maksud dari semua cerita yang sahabatnya tersebut katakan.
            “Yuri, bolehkah aku mengatakan sesuatu ?” Tanya Daiki, intonasi nada yang lembut dan menenangkan, berbeda dengan intonasi kesehariannya. Yuri yang semula menunduk kini menatap Daiki yang duduk di depannya dengan tatapan datar, “Aku rasa Yamada menyukaimu,” Ujarnya to the point.
            Melihat Yuri hendak memprotes, ia melanjutkan kata-katanya, “Yuri, aku tahu kau tidak akan percaya dan menyangkalnya. Tapi, apa kau tidak mau mencari tahu apa yang di katakan temanmu ini benar ? Jangan ragukan perkataan seorang teman dekat, suatu saat akan menjadi kenyataan,” Jelas Daiki, tersenyum lembut menatap sahabatnya, “Cobalah untuk mencari tahu penyebab Yamada tidak menyukai musik, taklukkan hatinya, maka, jawabannya akan kau dapatkan dengan sendirinya.” Lanjut Daiki, membuat Yuri termenung menatap secangkir kopi di depannya yang mulai mendingin.
            “Sebenarnya aku punya sesuatu yang harus di katakan untukmu, tapi,  mungkin seseorang akan memberitahukannya padamu, bukan aku.” Ujar Daiki, lalu meminum kopinya yang mulai mendingin dan langsung menghabiskannya.
            Yuri menatap Daiki sebentar, mencari keyakinan di mata sahabatnya itu, “Kau mau membantuku ?” Tanyanya.
            “Tidak. Tapi aku akan mendukungmu, percayalah, perjuangan tak mengkhianati hasil.” Jawab Daiki, bijak. Tumben-tumben saja Daiki seperti itu, biasanya saja ia tak memerdulikan masalah cinta lagi karena tragedi putus hubungan dengan mantan kakak kelas. Ah, tapi sekarang mereka berdua kembali bersama.
            Yuri tersenyum, sesaat kemudian menatap kopinya yang tenang di dalam cangkir. Untuk merealisasikan perkataan Daiki, ia akan menjadi kopi untuk sementara waktu.
            Pahit, namun di cintai banyak orang.

~***~

            “Tadaima—
            “HOE! KEMBALIKAN! ITU KAMERAKU!”
            “Enak saja! Ini hadiah pemberian dari Okaasan tahun lalu!”
            “RAIYAAA!! KEMBALIKAN KUBILANG!!”
            Setelah melepas sepatu sekolahnya, Yuri melangkahkan kakinya dengan malas masuk ke dalam rumah. Ia tahu salam masuk rumahnya tidak akan di jawab karena kedua kakak laki-lakinya sedang berdebat berebut kamera, itu sudah rutinitas sehari-hari di rumah Yuri.
            Gadis tersebut hendak menuju ke kamarnya tanpa memerdulikan kedua kakak laki-lakinya yang sekarang saling bergelut. Tiba-tiba kakak laki-lakinya yang kedua, Raiya, berlari dari kejaran kakak sulung, Yuto, dan tak sengaja menubruk Yuri yang sedari tadi berjalan linglung.
            Yuri tersungkur jatuh dan kepalanya membentur pinggiran meja dengan keadaan tengkurap. Tanpa rasa bersalah, kedua kakak laki-lakinya tak memerdulikan saudara bungsunya yang kini tengkurap tak berkutik.
            “Tadaima—are ? Yuu-chan, sedang apa kau disitu ?”  Chinen Saaya—beserta sang suami—baru saja memasuki rumah mendapati adik bungsunya yang terkapar di dekat meja makan.
            Nama aslinya Nakajima Saaya, tapi ia telah menikah dan berganti marga menjadi Chinen Saaya. Terlihat belum mempunyai pasangan karena Saaya selalu di tinggal oleh suaminya yang bekerja dari satu negara ke negara lain. Tak mau membuang pengeluaran, ia lebih memilih merawat adik-adiknya.
            Saaya berjongkok menatap Yuri sebentar yang tak berkutik sama sekali, merasa curiga, akhirnya Saaya membalikkan tubuh Yuri dan melihat pelipis gadis manis tersebut mengeluarkan darah yang lumayan banyak.
            Saaya terkejut, ia tahu keadaan adik bungsunya tersebut jika terluka di bagian kepala akan berakibat fatal. Mungkin terdengar biasa saja, tapi tidak untuk Yuri. Gadis manis tersebut mempunyai riwayat yang besar dan dapat memengaruhi hidupnya.
            Suami Saaya yang berdiri di belakangnya menepuk pundak wanita muda tersebut dan menaruh jari telunjuknya di bibir. Saaya tidak tahu maksud dari suaminya, ia ingin dirinya tutup mulut atau mendengar sesuatu yang samar-samar.
            Sesaat kemudian, Saaya mendengar kegaduhan di lantai atas. Ia mendongak menatap langit-langit lantai bawah dengan mukanya yang suram.
            Plaakk!! Plakk!!
            Satu tamparan keras mendarat di pipi kedua anak laki-laki tersebut. Saaya menatap marah kedua adik laki-lakinya, sudah membuat Yuri tersungkur jatuh dan pelipisnya terbentur pinggiran meja di tambah tidak menolong sama sekali.
            “Kamera kalian Neechan sita selama Yuri sembuh. Jika ada apa-apa dengannya kalian yang bertanggung jawab.” Ujar Saaya, meninggikan intonasi nadanya. Dan kedua adik laki-lakinya tersebut hanya bisa menundukkan kepalanya.
            Sekarang, gadis manis tersebut tidur pulas di dalam kamarnya, terlihat tidak apa-apa, jauh dalam tidurnya sekarang ia sedang melihat sesuatu seperti kejadian nyata. Bukan mimpi, tapi sepertinya masa lalu yang tidak ia ketahui muncul dalam tidurnya.

~***~

            “Kenapa aku harus menikah denganmu!”
            Seorang laki-laki, masih muda, berteriak tepat di hadapan seorang gadis yang sekarang menangis menatap laki-laki di depannya sedang membentaknya. Umur mereka masih muda, bahkan mereka masih sekolah. Dan selalu terjadi kembali, layaknya sebuah cerita, hubungan mereka sekarang resmi suami-istri dengan cara ‘perjodohan’.
            “Kenapa kau membentakku?! Aku hanya menerima ini semua!” Teriak gadis tersebut.
            Laki-laki tersebut muak dengan gadis yang sekarang resmi menjadi istrinya, ia membalikkan tubuhnya menjadi membelakanginya, “Aku tahu kau tahu caranya menolak, tapi kau tidak melakukannya.”Ujar laki-laki tersebut dengan suara dingin.
            Sekarang mereka sedang berada di dalam kamar. Lantai tiga, tidak akan ada orang yang mendengar suara mereka karena mereka berada di lantai paling atas rumah milik laki-laki tersebut.
            “Karena aku mencintaimu!” Teriak gadis tersebut.
            “Tapi aku tidak! Sudah kubilang beberapa kali, kan ?!”


~***~

HOLA! Lama tidak update! Rina ingin menyampaikan beberapa fanfiction ini. Setelah diteliti, banyak kesalahan dan tidak sinkron dari part 1 hingga seterusnya, karena malas untuk edit danre-upload akhirnya Rina men-tamatkan fanfiction ini saja, tenang bukan part ini kok yang tamat XD

Maksudnya, setelah fanfiction ini tamat, Rina akan pindah copy ke wattpad Rina, dan sudah dalam keadaan edit ulang dan tentunya lebih panjang dari part disini. Sudah beberapa fanfiction yang Rina update di wattpad dan dominannya adalah YamaChii XD /fujonyakumat

My Wattpad : BlackShadow_S

Sekali lagi, hontou ni gomenasai!! Kalau ceritanya nggak nyambung sama sekali, karena Rina juga punya banyak hutang fanfiction di wattpad yang banyak beut XD

 Oh ya, di wattpad Rina ada songfict White Love, loh! Jangan lupa dibaca! Rina berusaha me-samakan lirik lagu dengan fanfictionnya XD

Dan Rina mengucapkan Selamat Natal bagi yang merayakan dan Selamat Tahun Baru!! Iyeeaaayy~~!!


~Arigatou Gozaimasu~


1 komentar: