Senin, 04 Desember 2017

MELODY PART 3 : YamaChii Fanfiction



~ FANFICTION AREA ~


      PS : WARNING! PG-15 ADA DISINI. KESALAHAN BUKAN PADA PENULIS. THANKS.
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      “He’s very annoyed! But, I’m… Happy ?”
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      .
      .



      MELODY PART 3

      “Ittekimaaasuuu!!”
      Pagi hari kemudian, tak biasanya seorang Yuri berangkat pagi dan tergesa-gesa, padahal jarak rumah dan sekolahnya lumayan dekat. Di perjalanan, bukannya ia berjalan kaki seperti biasa namun ia berlari dengan memegang koran harian yang kakaknya temukan kemarin.
      Sampailah di Sekolah, dan bukannya menuju ke kelasnya tapi ia berhenti di depan kelas E, dimana berisi anak yang tidak terlalu suka atau tidak suka dengan musik namun memilih akademis musik.
      Mirisnya saat Yuri sampai di depan kelas E, seluruh kelas kosong, tak ada koper tas, apalagi nyawa di dalam. Sungguh, jam sekarang sudah pukul setengah delapan kurang lima, berbeda dengan kelas Yuri yang pada saat jam tersebut keadaan kelas sudah gaduh dan ribut.
      Maklumlah dia murid cerdas nan pintar jadi ia masuk kelas A. Yuri melihat-lihat keadaan di dalam dari posisinya sekarang yang tengah berdiri dengan nafas tak teratur akibat berlarian sepanjang perjalanan sekolah.
      “Oee..” Tegur seseorang dari belakang Yuri. Sang empu terkejut lalu membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat.
      “Sedang apa kau disitu ?” Tanya laki-laki tersebut dengan tatapan intimidasi.
      Yuri memutar kedua bola matanya, berjalan beberapa langkah mendekat ke arah laki-laki tersebut lalu membuka koran di tangannya dan menunjukkannya ke arah laki-laki tersebut, “Bingo! Terciduk..”
      Laki-laki tersebut, Ryosuke memandang terkejut koran yang Yuri tunjukkan tepat di depan wajahnya. Pasalnya, Yuri sudah ia masukkan ke daftar list musuhnya dan sekarang ia mengetahui rahasianya selama ini. Karena, jangan sampai seluruh musuhnya mengetahui rahasia besar yang ia miliki karena itu bisa menghancurkan harga dirinya.
      “Dengan ini.. Aku tak akan melihatmu merusak alat musik lagi.” Ujar Yuri seraya memasang wajah jahatnya, seakan ia mempunyai rencana dan rencananya tersebut akan berhasil.

      Bukk..

      “Ittai..”


      Dukk..


      “Jangan memancing masalah denganku, Nona..” Bisik Ryosuke tepat di telinga Yuri dan membuat sang empu merinding dan meringis kesakitan karena punggungnya terhantam tembok cukup keras.

      Ryosuke yang tiba-tiba mengkabedon Yuri dengan jarak yang ia persempit lalu tangan kiri Yuri yang memegang koran ia angkat ke atas dan menguncinya. Seseorang jika melihat mereka dari belakang mungkin mengira mereka sedang berciuman.
      “Kau yang memancing masalah! Dan sekarang, aku hanya membantumu kembali ke akademis favoritmu, yaitu trainee kau tidak pantas di akademis musik!” Balas Yuri sedikit menggertakkan giginya, jujur saja dalam hati ia sedikit takut, tapi masabodo-lah apa yang dilakukan Yuri sekarang ia anggap benar.
      Ryosuke terdiam sejenak, lalu sudut bibirnya tertarik ke atas, “Omoshiroi.. Keluarga Nakajima, ya.. Keluarga Musisi, hm ? Bagaimana kalau kita adakan game, siapa yang menang boleh melakukan apa saja.” Tawar Ryosuke, Yuri mengerutkan keningnya.
      “Basi, setiap terjadi konflik selalu di adakan game dan yang menang akan melakukan sesuka hatinya, tapi buktinya, dalam perjalanan game tersebut mereka saling jatuh cinta, dasar manusia monokrom—mmpphhh!!”
      Baru saja Yuri menyelesaikan perkataannya, sebuah bibir manis menempel pada bibir ranum miliknya, hanya sebuah kecupan manis hingga yang memulai menariknya kembali.
      “Menolak ? Yang seperti itu akan terjadi dan mungkin akan bertambah ekstrim.. Seluruh sekolah menjadi saksi misalnya..” Ujar Ryosuke dengan senyuman kemenangannya.
      Yuri jengkel dengan makhluk di hadapannya, berhasil merebut first kiss miliknya, hendak ia menamparnya namun tangan sang lawan berhasil memberhentikan gerakan tangan Yuri.
      “Hm ? Mencoba melawan ?” Ryosuke semakin mempersempit jaraknya dengan gadis manis di depannya itu, Yuri bingung apa yang harus ia lakukan, otaknya tak sinkron hingga tidak bisa mencernanya dengan baik.
      Yuri menarik kasar kembali tangannya dan angkat kaki seribu dari sana, berlari mencari jarak aman. Dan ia harus menceritakan semuanya kepada sahabatnya, Daiki, walau sahabatnya sedikit geser otaknya.
      “Omoshiroi na~ kawaii~”- RY

      “Masih ku perhatikan..”


***
.
.
.
.
.
.
.
“Dasar bodoh!”
.
.
.
.
.
.
.


Teng.. Tong.. Teng.. Tong..


“Daichannn!! Kau harus mendengarkanku!!”

“Kau harus mendengarkanku terlebih dahulu, kau tahu, aku balikan dengan Yuya, yeay!”
“…Ha? Nani?
Setelah bel berbunyi dan guru keluar dari kelas, Yuri langsung menghampiri Daiki yang duduk tak jauh dari bangkunya. Dan apa ? Yuri mendapat kabar bahwa Daiki berpacaran kembali dengan Takaki Yuya, mantan kakak kelas mereka.
“Kau bercanda.”
“Tidak! Untuk apa ? Dan, oh! Dia akan mengajakku berkencan pulang sekolah nanti! Manisnyaaa~” Ujar Daiki dengan wajah di buat se-drama mungkin.
“Ha?! Chotto matte yo! Lalu aku pulang dengan siapa ?” Tanya Yuri bingung.
“Pulang sendiri, yah ? Santai saja, tidak akan ada yang mau menculikmu.” Jawab Daiki begitu santainya.
“Terserahlah. Sekarang, dengarkan ceritaku—“
“Oh, Yuri, aku sangat lapar, aku ke kantin dulu, ya!”
“DAICHAANNN!! BAKA YAROU YO!!!”

Grekkk..


Pintu kelas belakang yang tertutup semula terbuka menampilkan sosok laki-laki bertubuh pendek namun berparas tampan yang siapa saja melihatnya akan terpesona olehnya.

Laki-laki tersebut mengedarkan pandangannya hingga menemukan sosok gadis yang sedang membelakanginya berdiri diam di sebelah bangku sahabatnya yang sudah pergi keluar kelas.
Laki-laki tersebut menghampiri sosok gadis itu kemudian membalikkannya secara kasar dan mengunci tubuh gadis tersebut dengan kedua tangannya di atas bangku. Posisi mereka sekarang selain sangat dekat adalah pose yang sangat tidak etis di pandang.
“K-Kau!” Kata Yuri gagap.
“Bagaimana ? Tentang game..” Ujar laki-laki tersebut, siapa lagi jika bukan Ryosuke.
“H-Huh ? Tidak! Enyah dari sini dan jangan menghancurkan alat musik lagi, aku tidak akan mengusikmu lagi.” Ujar Yuri, jelas dari perkataannya bahwa ia mundur dan tak mau berurusan dengan anak aneh di depannya.
Oh, satu lagi, mereka bukan lagi menjadi bahan tontonan satu kelas, melainkan satu akademis yang berjumlah seratus sembilan puluh delapan anak.
“Menyerah ? Sayangnya… Kau sudah masuk ke dalam perangkap monster, sayang..” Ujar Ryosuke semakin mempersempit jaraknya dengan Yuri, membuat Yuri bingung, takut, dan perasaan lainnya menjadi satu.
“Kau menyukaiku, huh ? Haruskah kau berdekatan sedekat ini denganku ?” Tantang Yuri balik. Oh, Yuri, kau sedang bermain-main dengan seekor monster yang akan melahapmu kapan saja dimana saja.
Ryosuke tersenyum sinis, dengan gerakan secepat cahaya ia mencium bibir ranum milik Yuri sedikit agresif. Yuri yang terkejut dan otaknya tidak merespon apapun hanya mengikuti permainan bibir Ryosuke tapi tidak membalas ciumannya.
Kedua tangan Yuri ia letakkan di kedua bahu Ryosuke dengan niat mendorong pemuda tersebut jauh-jauh darinya, tapi apa daya ia tidak bisa. Sedangkan Ryosuke menaruh tangan kanannya di belakang tengkuk leher Yuri, memperdalam ciuman mereka.
Para murid bersorak riuh di luar kelas maupun di dalam kelas, tatkala para siswi memasang wajah-wajah tak suka dan siap menghancurkan Yuri kapan saja.
Ryosuke melepaskan ciumannya dan menatap nakal wajah Yuri yang sangat dekat dengannya sekarang, “Ya, aku menyukaimu.. Menyukai permainanmu.. Selamat datang, Nona Yamada.”
Yuri mengerutkan keningnya, ia tak paham maksud dari kalimat terakhir Ryosuke, “Apa maksudmu ?” Tanyanya sedikit membentak.
“Ho.. Kau belum di beri tahu oleh keluargamu, Ne? Tanyakanlah pada kakakmu.” Jawab Ryosuke, setelah memberi senyum miringnya lalu melengang dari hadapan Yuri yang diam membeku.
Yuri melamun, antara mencerna perkataan Ryosuke dan apa yang baru saja terjadi, semuanya bertabrakan di dalam otaknya membuat otaknya menjadi tidak sinkron dan sedikit pusing. Hingga seorang gadis yang sedikit lebih tinggi darinya menghampirinya, “Yuri, daijoubu desu ka ? Gomen ne~ Aku tidak bisa membantumu, seluruh akademis melihatmu, dan aku tidak mau terlibat.” Jelas gadis tersebut, Daiki, teman gila sekaligus sahabat Yuri.
Daijoubu, sudahlah, apakah sudah bel masuk ?” Tanya Yuri, berusaha tersenyum manis—seakan-akan tak terjadi hal apapun—ke arah Daiki.
“Lima menit lagi,” Jawabnya, lalu mereka berdua melangkahkan kakinya memposisikan duduk di bangku mereka masing-masing, “Apa yang dia katakan ?” Tanya Daiki.
“Tidak penting, nanti saja aku jelaskan.” Jawab Yuri mengakhiri pembicaraan, mengambil beberapa buku di dalam tasnya, menaruhnya di atas meja, membukanya, dan berusaha mempelajarinya walau itu tidak akan masuk ke dalam otaknya.


***
“My hell is starts …”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Tadaima..” Salam Yuri, ia melepaskan sepatu sekolahnya dengan muka di tekuk.
Moodnya hancur semenjak kejadian di sekolah tadi, dimana Ryosuke menciumnya, lagi. Bukannya Yuri murahan di cium begitu saja oleh orang yang baru saja ia kenal, tapi ia merasa sedikit ada yang mengganjal dalam diri Ryosuke.
Ia bisa saja menampar atau menendang Ryosuke saat itu, tapi hati kecilnya berkata lain. Seakan akan ada hal besar yang akan menunjukkannya dan harus ia lihat dengan kedua matanya sendiri.
Okaeri, oe, kenapa kau tekuk wajahmu seperti itu ?” Tanya sang kakak, Nakajima Yuto—yang sedang membawa sebuah camilan di tangan kirinya—menunduk menatap Yuri yang sedang melepas sepatunya lalu berjalan begitu saja.
Yuri teringat perkataan Ryosuke tadi sebelum ia lengang dari hadapannya, dengan gerakan tiba-tiba langkah Yuri terhenti lalu berputar seratus delapan puluh derajat menatap kakaknya, Yuto yang sekarang menatapnya dengan pandangan heran.
Niichan pasti merahasiakan sesuatu, kan ?” Tanya Yuri, menyipitkan kedua matanya layaknya menginterogasi seseorang.
“Huh ?” Yuto terbelalak, ia tidak mengerti maksud dari adiknya tersebut.
“Jangan berpura-pura bodoh di depanku, apa yang kau rahasiakan dariku ?” Tanya Yuri berjalan mendekati Yuto—yang berdiri dengan wajah idiotnya—yang tidak tahu apa-apa.
“Rahasiakan darimu ? Rahasia apa ?” Tanya Yuto, mengerutkan keningnya menatap adiknya yang sangat pendek darinya sekarang berada tepat di depannya dengan tatapan menyeramkan.
Cih, jangan membuatku semakin tersiksa, katakan rahasia yang kau sembunyikan dariku, maka, kau bebas.”Ancam Yuri, sungguh adik macam apa dia mengancam kakaknya sendiri yang memang sama sekali tidak tahu maksud dari ‘rahasia’ yang Yuri katakan.
“Oe, apa maksudmu ? Aku sama sekali tidak merahasiakan apapun darimu!” Teriak Yuto, ia sedikit jengkel karena di tuduh merahasiakan sesuatu dari Yuri.
Uso!
“Dengar ya, aku punya pertanyaan buatmu. Satu, kenapa wajahmu kau tekuk setelah pulang sekolah ? Tidak biasanya kau seperti itu. Dan dua, kenapa kau menuduhku merahasiakan sesautu darimu ? Apa itu alasan kenapa wajahmu kau tekuk ? Maka, katakan, siapa orang yang membuatmu menuduhku seperti ini ?” Tanya Yuto, panjang lebar tidak terima dengan perkataan Yuri.
Pulang kuliah dengan pikiran berat hanya karena bertemu dosen lima belas menit dan memberinya tugas yang sangat banyak, pulang dari kuliah tak lama kemudian adik terkecilnya pun pulang, langsung menuduhnya bahwa ia merahasiakan sesuatu padanya.
Padahal Yuto sudah berusaha tidak emosi setelah pulang dari kuliah.
“Kau tidak perlu tahu dan katakan saja!” Balas Yuri, dengan berteriak.
Memang mereka berdua tidak mengerti keadaan, bertengkar dan berteriak di dalam rumah dengan keadaan posisi rumah berhimpitan dengan rumah tetangga, sudah pasti akan terdengar. Ini komplek rumah, bukan hutan alas.
Urusai yo! Kalian berhentilah menjadi anak kecil!” Teriak kakak tertua, Nakajima Saaya, yang berpenampilan acak-acakan khas muka bantal. Sudah pasti ia terganggu tidurnya karena kedua makhluk yang selalu membuat keributan di dalam rumah.
“Hei, bukan salahku! Pulang sekolah dengan muka di tekuk lalu tiba-tiba menuduhku merahasiakan sesuatu darinya. Aku tidak merahasiakan apapun!” Protes Yuto, masih dengan meninggikan suaranya.
“Merahasiakan sesuatu ?” Tanya Saaya, keningnya mengerut menatap Yuto lalu beralih ke arah Yuri yang sekarang menatapnya tajam.
“Ya! Merahasiakan sesuatu!” Jawab Yuri, mantap.
“T-Tunggu, seseorang pasti mengatakan padamu bahwa kau harus bertanya pada kakakmu, bukan ? Yuri! Kakakmu ada tiga! Demi Tuhan, kenapa kau tidak bertanya satu per satu mereka semua ?” Kali ini Saaya sedikit histeris, sepertinya ia yang di maksud ‘kakakmu’ oleh Ryosuke tadi.
“Jangan bilang kakak-lah orangnya ?” Tanya Yuri memicingkan kedua matanya. Sedangkan Saaya tersenyum lembut, lalu beberapa detik kemudian—
Kaasan!! Yuri sudah mengetahuinya!!” Teriak Saaya, berlari ke kamar Miki yang berada di lantai dua.
Chotto!!” Yuri berlari di belakangnya.

“Dasar wanita!”

***


Hola! Kembali dengan Rina! Maaf, ya, updatenya sedikit ngadat dan tertunda krena kondisi Rina yang sering nge-drop. Maaf, part ini sepertinya prosa sedikit ancur XD

Kalau kalian ingin membaca lebih fanfiction Rina, kalian bisa check di Wattpad Rina dengan username BlackShadow_S. Berikut linknya


https://www.wattpad.com/user/BlackShadow_S



Hope you like it, Minna! <3







~ Arigatou Gozaimasu ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar